1. pertanyaan :
- APA SAJA YANG TERMASUK SUMBER POKOK HUKUM ISLAM, SEBUTKAN DAN JELASKAN.
- SEBUTKAN 4 SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI.
- SEBUTKAN DAN JELASKKAN MINIMAL 3 HUKUM ISLAM YANG TIDAK DISEPAKATI.
- SEBUTKAN 6 MACAM HUKUM ISLAM, DAN JELASKAN SATU DEMI SATU.
2. status : 100%tercapai
3. keterangan : saya sudah mengerjakan tugas tersebut dengan baik dan benar
4. bukti :
1. Islam merupakan agama yang sempurna, satu-satunya agama yang didalamnya terdapat berbagai macam penjelasan mengenai cara menjalani kehidupan. baik itu hukum keluarga, muamalat ( perdata ), jinayat ( pidana ), murafaat ( acara ), ketatanegaraan, hukum ekonomi, keuangan, bahkan hubungan antar bangsa. Tidak adasatupun permasalah yang terjadi dalam kehidupan ini tanpa adanya hukum yang mengatur dalam islam.
maka para ulama berpendapat bahwa ada 4 sumber-sumber hukum yang digunakan di dalam islam, yaitu : Al Quran, as Sunnah ( hadist ), Ijma dan qiyas yang akan kaka jelaskan dibawah ini
1. Al Quran. Al Quran merupakan firman ALLAH yang diturunkan kepada Rasulullah untuk seluruh umat manusia. dalam sejarah kehidupan Rasulullah, AL quran ini turun secara bertahap, dan setiap ayat yang turun selalu disertai dengan asbabun nuzul ( sebab turunnya ayat ) yaitu persitiwa atau permasalahan yang dihapdai Rasulullah dan kaum muslimin. AL quran merupakan sumber hukum utama, bila telah jelas hukumnya didalam AL Quran maka tidak perlu mencari sumber hukum lainnya. Dan hukum dalam Al Quran sifatnya kekal dan dapat diagunakan hingga hari kiamat.
Contoh ayat yang turun karena pertanyaan sahabat :
وَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلِ الْعَفْوَ. (البقرة: ٢١٩)
“Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan) ‘.”(QS. Al-Baqarah/2: 219)
Contoh ayat yang turun karena permasalahan :
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ. (البقرة: ٢٢١)
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.”(QS. Al-Baqarah/2: 221)
2. As sunnah / hadist. Sunnah adalah segala segala perkataan, perbuatan, persetujuan dan cara berpikir Rasulullah Shalallahu Alaihi wasalam yang diriwayatkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in hingga para ulama hadist yang tujuh yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hadist digunakan untuk mencari keterangan lebih lanjut dari ayat-ayat quran yang bersifat umum. Untuk melengkapi atau menjelaskan maksud dari ALLAH. Hadist ada yang merupakan kalam Rasul, ada yang merupakan kalam ALLAH lewat Rasul atau disebut dengan hadist qudsi.
Contoh penentuan hukum dengan hadist yaitu perintah sholat lima waktu, di AL Quran hanya diperintahkan untuk sholat, namun tidak ada keterangan jumlah dan tata caranya, kemudian lewat hadist kita tahu bagaimana cara sholat yang benar sesuai yang diingkan ALLAH Azza Wa Jalla.
3. Ijma, yaitu sebuah kesepakatan ulama mengeanai suatu perkara bila tidak ditemukan hukumnya yang jelas dalam AL quran dan hadist. Ulama sampaikan arti ijma adalah “Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad umat Muham-mad, sesudah wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum).”
Ijma dapat dibagi dua, yaitu ijma Qauli dan ijma sukuti. Ijma Qauli adalah dimana para ulama berijtihad dengan menetapkan suatu hukum dengan lisannya maupun tulisan yang menjelaskan tentaang persetujuan akan suatu perkara. Kemudian ijma sukuti adalah diamnya ulama terhapap suatu perkara yang telah ditentukan hukumnya oleh mutjahid lainnya. Karena persetujuan.
Urutan penentuan hukum melalui ijma adalah sebagai berikut :
a. Khulafaur Rasyidin ( 4 pemimpin pertama islam ), bila tidak ada maka
b. Pendapat imam madzab ( sekarang hanya ada 4 yaitu imam syafi’i, maliki, hanbai, hanafi), bila tidak ada
c. Hasil dari ijma ulama yang mutawatir , atau umum digunakan yang sebagian besar ulama diseluruh dunia menyetujuinya. Jangan gunakan pendapat ahad , atau hanya disetujui satu orang ulama.
Contoh penyelesaian dengan ijma adalah penentuan sholat tarawih dalam satu jamaah pada zaman sayiddina umar, dan pembukuan Al quran yang dimulai pada zama sayiidina abu bakar.
Simak lebih lanjut di Brainly.co.id – https://brainly.co.id/tugas/12556413#readmore
4. Qiyas , yaitu penentuan suatu hukum yang belum ada ketentuan hukumnya baik dari Al Quran, Hadist maupun ijma. Dengan cara membandingkan atau mengibaratkan dengan suatu hukum yang telah ada , yang ada persamaan didalamnya.
Contoh qiyas adalah pengharaman segala sesuatu yang memabukkan, hukum asalnya adalah ALLAh melarang meminum khamar karena memabukkan, kemudian kita mengambil qiyas untuk memberi hukum haram pada segala hal lain selain khamar yang dapat memabakkan. Yaitu sabu, ganja, pil koplo, dan narkoba jenis lainnya.
Simak lebih lanjut di Brainly.co.id – https://brainly.co.id/tugas/12556413#readmore
2. al-qur’an
hadits nabi
ijma
qiyas
3. 1. Artikel utama: Istihsan
Istihsan adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain. atau dapat diartikan dengan penangguhan hukum seseorang mujtahid dari hukum yang jelas (Alquran, Sunnah, Ijmak dan Qiyas) ke hukum yang samar-samar karena kondisi atau keadaan darurat atau adat istiadat.[39]
2. Istislah (bahasa Arab: استصلاح “untuk dianggap pantas”) adalah metode yang digunakan oleh ahli hukum Muslim untuk memecahkan masalah yang tidak menemukan jawaban yang jelas dalam teks-teks keagamaan yang kudus. Hal ini terkait dengan istilah مصلحة Maslaha, atau “kepentingan umum” (kedua kata tersebut berasal dari akar triconsonantal yang sama, “ṣ-l-ḥ”).[40] pertimbangan pragmatis ekstraktif seringkali diterima dalam yurisprudensi Islam dalam kasus yang Quran dan praktik generasi Muslim paling awal tidak memberikan panduan khusus. Namun, permohonan kepada istislah atau maslaha menjadi kontroversial ketika tujuannya adalah mereformasi apa yang telah dianggap sebagai hukum wahyu secara ilahi.
Istislah memiliki beberapa kesamaan dengan tradisi hukum kodrat di Barat, seperti yang dicontohkan oleh Thomas Aquinas. Namun, sementara hukum kodrat menganggap baik yang dikenal dengan jelas terbukti baik, karena cenderung berpegang pada pemenuhan orang tersebut, istislah memanggil baik apa saja yang berhubungan dengan satu dari lima “barang dasar”. Al-Ghazalia menggambarkan “barang dasar” ini dari lima sila hukum dalam Quran dan Sunnah-agama, kehidupan, akal, keturunan (atau pewaris), dan properti. Dalam rumusan klasik ini, istislah berbeda dari utilitarianisme – “kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbesar” – karena sesuatu yang menghasilkan “kebahagiaan terbesar” mungkin melanggar salah satu dari lima nilai dasar ini.
Strain istislah yang lebih “liberal” penting pada abad ke-20 dan berpusat pada karya Rasyid Rida, yang menganggap bahwa hadis “tidak membahayakan pembalasan” adalah prinsip tertinggi liberalisme hukum, yang mengalahkan semua prinsip Syariah lainnya. Rida membuat istislah “prinsip sentral daripada anak perusahaan untuk mendefinisikan undang-undang … [yang] membuat adaptasi lebih fleksibel”.[41] Dengan metode ini, beberapa hak asasi manusia bisa dianggap “Islami”. Di Mesir pendekatan ini telah dijunjung tinggi oleh Mahkamah Agung, yang telah meratifikasi langkah-langkah yang adil yang menguntungkan perempuan bahkan di mana ini tampaknya bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah klasik.[41]
Ijtihad adalah istilah hukum Islam yang mengacu pada penalaran independen[42] atau pengabdian menyeluruh fakultas mental fakultas dalam menemukan solusi untuk sebuah pertanyaan hukum.[43] Hal ini kontras dengan taqlid (tiruan, sesuai dengan preseden hukum).[42] Menurut teori klasik Sunni, ijtihad membutuhkan keahlian dalam bahasa Arab, teologi, teks-teks yang diwahyukan, dan prinsip-prinsip yurisprudensi (ushul fiqih),[42] dan tidak digunakan di mana teks asli dan otoritatif (Alquran dan Hadis) dipertimbangkan. Tidak jelas sehubungan dengan pertanyaan, atau di mana ada konsensus ilmiah (ijma) yang ada. Ijtihad dianggap sebagai tugas religius bagi mereka yang memenuhi syarat untuk melakukannya. Seorang cendekiawan Islam yang berkualifikasi untuk melakukan ijtihad disebut mujtahid.[42]
Pada awal abad ke-10, pengembangan yurisprudensi Sunni mendorong para ahli hukum Sunni terkemuka untuk menyatakan bahwa pertanyaan hukum utama telah ditangani dan cakupan ijtihad secara bertahap dibatasi. Di era modern, ini memunculkan persepsi di kalangan ilmuwan Barat dan masyarakat awam Muslim bahwa apa yang disebut “gerbang ijtihad” ditutup pada awal era klasik. Sementara beasiswa baru-baru ini telah menyangkal gagasan ini, tingkat dan mekanisme perubahan hukum pada periode pasca-formatif tetap menjadi bahan perdebatan.[44]
Mulai dari abad ke-18, beberapa reformis Muslim mulai menyerukan pengabaian taqlid dan penekanan pada ijtihad, yang mereka lihat sebagai kembalinya asal-usul Islam. Perdebatan publik di dunia Muslim seputar ijtihad terus berlanjut sampai sekarang. Advokasi ijtihad secara khusus dikaitkan dengan modernis Islam dan pemikir Salafi. Di kalangan Muslim kontemporer di Barat telah muncul visi baru tentang ijtihad yang menekankan nilai-nilai moral substantif atas metodologi yuridis tradisional.
Ahli hukum Syiah tidak menggunakan istilah ijtihad sampai abad ke-12, namun mereka menggunakan cara penalaran hukum yang rasional sejak awal, dan ruang lingkupnya tidak menyempit seperti dalam tradisi Sunni, kecuali yurisprudensi Zaydi.[43]
4. Artikel utama: Urf
‘Urf tergolong salah satu sumber hukum dari ushul fiqih yang diambil dari intisari Alquran.
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (Al-‘Urfi), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
— QS. Al-A’raf: 199
Kata al-‘Urf dalam ayat tersebut, yang manusia disuruh mengerjakannya, oleh Ulama Ushul fiqih dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Kata al-ma‘ruf artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Ayat di atas tidak diragukan lagi bahwa seruan ini didasarkan pada pertimbangan kebiasaan yang baik pada umat, dan hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Kata al-ma‘ruf ialah kata umum yang mencakup setiap hal yang diakui. Oleh karena itu kata al-ma‘ruf hanya disebutkan untuk hal yang sudah merupakan perjanjian umum sesama manusia, baik dalam soal mu‘amalah maupun adat istiadat.
4. 1. Wajib (Fardlu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Contoh : solat lima waktu, pergi haji (jika telah mampu), membayar zakat, dan lain-lain.
Wajib terdiri atas dua jenis/macam :
– Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf seperti sholah fardu, puasa ramadan, zakat, haji bila telah mampu dan lain-lain.
– Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti mengurus jenazah.
2. Sunnah/Sunnat
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Contoh : sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud, memelihara jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis/macam:
– Sunah Mu’akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti shalat ied dan shalat tarawih.
– Sunat Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.
3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana TIDAK BOLEH sama sekali dilakukan oleh umat muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di neraka kelak. Contohnya : main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua, riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT. Contoh : posisi makan minum berdiri.
5. Mubah (Boleh)
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Contoh : makan dan minum, belanja, bercanda, melamun, dan lain sebagainya.
6. bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh.
Sebelumnya Allah berfirman.Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117] []
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah.